Kamis, 24 Juli 2008

Jembatan Hati

Ada dua orang bersaudara tinggal di suatu ladang. Dulu mereka hidup nyaman saling bantu ,saling tolong. Namun, karena suatu masalah, Kini mereka berselisih. Sepuluh tahun hidup berdampingan sirna dalam sekejap. Awalnya hanya kesalapahaman kecil. Lalu menjadi saling ejek, Saling maki. setelah tak bertegur sapa selama 1 minggu.
Pada suatu pagi si kakak kedatangan tamu. Rupanya seorang tukang kayu yang datang lengkap dengan kotak perkakasnya. “Saya mencari kerja. Apakah Anda punya pekerjaan buat saya?” tanya si tukang kayu itu.
“Oya,” Kata si Kakak. “Saya punya satu pekerjaan untuk kamu.Coba lihat di sana, di ladang sebelah sana. Di sana tinggal tetangga saya. Ehmm ,sebenarnya adik saya. Dua menggu lalu dia membuatmasalah dengan saya. Sebelumnya di sana ada sebuah tanah lapang, tapi dia telah menguruk tanahitu dan kini ada sebuah lembah kecil di sana.Mungkin ia ingin membatasi tanahnya dengan lembah itu.”
“Tapi, “dia berkata lagi, “Saya bisa lakukan yang lebih baik daripada dia. Kamu lihat kumpulan kayu di lumbungitu?saya ingin kamu membuat pagar. Dan ingat, tingginya harus 10 meter sehingga dia tak akan bisa lagi melihat ladang saya lagi. Saya ingin memberinya pelajaran.”
“Baiklah, saya bisa mengerti masalahnya,” jawab si tukang kayu. “Sekarang, tujukkan di mana palu dan paku supaya saya bisa mulai bekerja. Saya akan membuat Anda senang dengan pekerjaan saya ini.”
Sang kakak menunjukan tempat perkakas milikinya , lalu pergi ke kota untuk membeli beberapa barang sehari-hari. Ia juga berpesan kepada si tukang kayu untuk menyelesaikan tugasnya itu dalam seminggu. Jadi, selesai tempat saat ia kembali dari koya.
Tibalah saat itu. Matahari hampir tenggelam ketika sang kakak tiba dari kota. Ia lansung menuju “perbatasan” ladang itu. Matanya terbelalak. Betapa kagetnya ia, sebab di sana tidak dilihatnya pagar. Yang ada justru sebuah jembatan yang menghubungkan ladangnya degang ladang adiknya.
Di ujung yang lainnya , Sang adik ternyata telah berdiri sambil melambai-lambaikan tangan. Dalam temaram senja kedua kakak-beradik itu bertemu di tengah jembatan.
Sang adik berkata, “kak,engkau begitu baiktelah membuatkan satu jembatan buat kita berdua. Padahal aku yang memulai segalanya. Aku yang membuat lembah ini sebagai batas diantara kita. Engkau begitu baik, walaupun atas segala yang perna kuucapkan dan telah kuperbuat.”
Sang kakak tak menyangka seperti ini kejadiannya. Sebenarnya ia ingin juga membuat batas di antara mereka. Kedua tangan kakak-beradik itu lalu terbuka untuk saling berpelukan.
Di tempat yang agak jauh si tukang kayu menyaksikan adegan itu. Kemudian memanggung pekakasnya. Bersiap pergi. Tapi, ekor mata si kakaksegera menangkapnya. “Heii…tunggu! Jangan pergi! Aku punya pekerjaan lain untukmu, “teriak si kakak memanggil si tukang kayu.
“Saya ingin sekali berada di sini dan merasakan kebahagiaan kalian,” kata si tukang kayu . “Tapi, masih banyak jembatan lagi yang harus kubangun. Terima kasih.”

*********************

Teman, jembatan antar manusia adalah cinta dan kasih sayang. Dalam cinta kita akan menemukan saling pengertian, pengharapan, welas asih,perhatian peneguhan,dukungan,semangat ,dan banyak hal lainnya.
Jika tak bisa menemukan cara untuk memberikan kasih kepada banyak orang, kita setidaknya punya cara untuk mengingat bahwa kita telah lakukan yang terbaik. Dan sesungguhnya yang kita butukan hanyalah sedikit sentuhan bahwa sebenarnya kita adalah satu dan punya keinginan yang sama : dicintai dan mencintai.***

Sesal

ADA kisa menarik dari sebuah desa di Inggris tempo dulu. Di desaitu tinggallah seorang petani dengan seorang pamuda. Anak semata wayang itu teramat ia sayang . Mungkin itulah warisan berharga dari mendiang istri tercintanya.
Selain anak kesayangan , si petani juga punya hewan kesayangan. Seeker kuda betina yang berbulu indah , lincah, . Kala lelah, si petani bisa menghibur diri dengan kuda kesayangannya itu. Ia kerap membelai-belai bulu yang lembut itu. Kadang, ia cuma duduk-duduk menikmati sang kuda berlari kecil.
Dua makhluk kesayangan itu kini telah benar-benar menjadi harta yang tiada terkira. Ia tak ingin melepas permata kebahagiaan itu. Apa pun taruhannya . Hingga suatu hari ,sebuah peristiwa mengusik ketenangannya. Karena lalai, anak kesayangannya kehilangan kuda idaman saat bermain-main di tepian hutan. Anak petani itu benar-benar menyesal.
Betapa marahnya sang petani. Tanpa sadar, ia sempat membentak anak kesayangannya. Tapi, ia pun sadar kalau langkah itu tak membuahkan hasil. Beberapa hari sudah , ia dan anaknya menyusuri tepian hutan .Sayangnya, sang kuda tak kujung jumpa.Dan, sang petani pun menyerah. Ia benar-benar menyesal,kenapa ia relakan anaknya membawa kuda ke tepian hutan. “Ah, kalau saja saya larang,” sesal petani membatin.
Dalam hari-hari penyesalan itu, sebuah kejadian berubah keadaan hati sang petani. Betapa tidak, entah tutunan dari mana, sang kuda kesayangan pulang. Ringkikannya seolah membangunkan benih bahagia yang nyaris mati. Selain itu , dan inilah yang membuatnya lupa dengan sesalnya, sang kuda kembali dengan seekor kuda jantan yang begitu gagah. “Ah, ternyata aku salah. Kehilangan ini membawa keberuntungan,” Ia pun larut dengan tamu barunya.
Suatu ketika, anak sang petani sedang asik-asik menunggangi kuda jantan itu. Dengan gembirahnya, sang kuda membawa si anak yang mulai beranjak dewasa ini mengitari perkebunan petani. Sesekali, sang kuda melompat agak tinggi. Mungkin, ia ingin menujukkan kebolehannya kepada sang tua . Tapi, karena terlalu tinggi , anak petani kehilangan keseimbangan . Ia pu terpental dan terjerembab ke tanah bebatuan. Kakinya patah.
Mendapati itu, sang petani lansung mengeluarkan sumpah serapah. “Gara-gara kuda brengsek !” Ia seperti tak mau terima dengan nasib yang menimpaanak ke sayangannya. Tapi, takdir sudah menentukan lain. Dengan perasaan menyesal , si petani berusaha sabar merawat anaknya.Ia seperti kehilanga harap,entah kapan anaknya akan sembuh seperti sedia kala.
Dalam keadaan duka , sang petani dikejutkan dengan beberapa tentara kerajaan yang memeriksa seluruh warga desa. Termasuk ,rumanya. Para tentara itu menjalankan amanah raja berupa wajib militer. Setiap pemuda segar bugar, wajib ikut perang membela negara. Tanpa kecuali!.
Spontan saja, seluruh orang tua di desa itu gelisah. Mereka takut kalau anaknya yang tertunjuk paksa tak kembali dari medan perang. Dan untuk masalah ini, si petani tersungkur. Ia tak perlu cemas dengan anaknya. Soalnya, anak kesayangannya masih pincang. Mana mungkin ada prajurit yang pincang.

*******************

Teman , banyak peristiwa berlalu di luar jangkuan sangkaan kita. Suatu peristiwa yang semula kita sangka buruk, ternyata berbuah kebaikan. Dan sayangnya, kebodohan kita itu diperpara dengan buruk sangka. Dan seburuk-buruk sangka, adalah buruk sangka kepada Allah. Semoga, kita tidak meniru sang petani.***

Pemberian Terbaik

Ada satu keluarga petani. Mereka menetap disebuah kerajaan besar yang rajanya adil lagi bijaksana. Bukan hanya itu keberuntungan keluarga itu. Tanah negeri itu subur, keadaannya pun aman dan sentosa. Semua penduduk negeri itu hidup berdampingan tanpa pernah mengenal perang atau pun becana.
Setiap pagi kepala keluarga petani itu pergi ke sawah. Tak lupa ia membawa bajak dan menuntun kerbaunya. Bajak tua dan kerbau renta. Sisi-sisi kayu dan garuh bajak telah mengelupas. Kerbaunya tanpak letih, sebentar-sebentar berhenti menghela bajak. “Inilah hartaku yang paling berharga,” bisik petani itu dalam hati.
Tiba-tiba gemuruh derap kaki kuda memecah kekhusukan kerjanya. Serombongan pasukan datang. Komadannya maju, lalu berkata, “Serahkan bajak dan kerbaumu itu kepada kami. Ini perintah Raja!”
Si petani kaget. Bukan oleh suara keras tegas yang khas di miliki tentara itu. Tapi, pada isi pesannya.
“Untuk apa Raja menginginkan bajak dan kerbauku?” tanya sang petani bingung. “Hanya ini hartaku yang paling berharga. Bagaimana aku bisa berkerja tanpa bajak dan kerbau itu? Tolonglah, kasihani anak dan istriku. Berilah kesempatan sampai besok. Aku akan membicarakan dengan keluargaku.”
“Kami hanya menjalankan perintah. Terserah, apakah kamu menyerahkannya atau tidak. Tapi ingat kekuasaan dan kekuatan Baginda Raja tidak akan mampu dilawan oleh petani macam kau,” kata komandan itu tanpa muatan emosi lalu berbalik arah dan memberi aba-aba kepasukannya kembali kearah istana.
Malamnya petani itu menceritakan kejadian tadi ke keluarganya. Mereka kaget, bingung, dan cemas. Semua bertanya-tanya, apakah Raja telah kehilangan sikap bijaknya? Tanpaknya Baginda tidak melindungi rakyatnya lagi, begitu kesimpulan mereka. Kesimpulan itu menambah gunda dan gelisah seisi rumah. Akhirnya, mereka sampai pada keputusan: tak ada yang bisa berbuat kecuali pasra dan menyerah pada kehendak Raja.
Pagi-pagi sekali si petani sudah memanggul bajak dan menuntun kerbaunya. Bukan pergi kesawah, tapi kearah istana. Ia ingin menyerahkan langsung harta paling berharganya itu kepada Raja.
“Baginda, walau terasa berat, hamba harus membaktikan diri kepada Baginda. Karena itu, terimalah bajak dan kerbau ini, Yang Mulia….,” ujar si petani dengan suara di usahakan tanpa getaran sedih karena kehilangan harta kesayangan.
Raja tersenyum. Menepuk tangan, memanggil pengawal. “buka selubung itu!” Raja memberi perintah selubung dekat taman terkuak. Ada bajak baru dan seekor kerbau gemuk disana.
Sang petani bingung. Kalau sudah punya bajak dan kerbau sebagus itu, kenapa Raja masih juga menginginkan bajak dan kerbauku, batin si petani. Tanpaknya sang Raja dapat membaca raut bingung si patani. Katanya, “Sesungguhnya aku sudah mengenal dirimu sejak lama. Aku tahu kau petani rajin. Namun akau ingin tahu apakah kau juga hamba yang baik? Ternyata, kau rela memberikan harta paling berharga milikmu itu kepadaku. Maka, terimahlah bajak dan kerbau itu sebagai hadia dariku, kau layak menerimanya….”
Petani mengucapkan terima kasih. Ia pulang dengan langkah ringan sambil memanggul bajak baru yang mengkilat dan seekor kerbau gemuk.
********

Teman, tidak banyak yang bisa berlaku seperti petani tadi: mau memberikan harta terbaik yang dimilikinya kepada yang lain. Tapi bukan hikma itu yang ingin angkat.
Teman, Allah swt. Meminta kita memberikan semua yang terbaik yang kita punya. Itu bukan karena Allah butuh apalagi karena kekurangan. Sesungguhnya Allah Maha Kaya. Ia melakukan itu karena ingin memuji hamba-Nya. Siapa diantara kita yang benar-benar beriman, mengabdi, dan bersyukur kepada-Nya.
Allah swt. Ingin menyisihkan orang-orang kikir dari hamba-hamba-Nya yang mau menafkahkan harta dijalan-Nya. Dan di atas sikap pasrah kita kepada kehendak-Nya, Allah swt. Akan memberi balasan yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Begitulah cara-Nya memberi kemuliaan kepada kita.**

Kisah dua Perajin

Disebuah negeri hiduplah dua orang perajin yang tinggal bersebelahan.Mereka adalah perajin emas dan kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekejaan itu,sebab itu pekerjaan yang diwariskan secara turun temurun.Telah banyak pula barang yang telah dihasilkan: cincin,kalung, gelang, dan untaian rantai penghias.
Setiap akhir bulan mereka membawa hasil kerja itu ke kota. Hari pasar, demikian mereka menyebut hari itu. Mereka akan menjual barang-barang logam itu dan membeli keperluan selama sebulan. Beruntunglah pekan depan akan ada tetemu agung datang mengujungi kota dan bermaksud memborong barang-barang yang ada di sana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu , berita itu mendorong para pedagang agar membuat lebih banyak barang untuk dijadikan. Tak terkecuali dua orang perajin yang menjadi tokoh kita ini.
Siang-malam terdengar suara logam ditempa. Tungku-tungku api tak pernah padam.Kayu bakar yang membara seakan semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak perna di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing . Sudah puluhan cincin, kalung dan untian rantai penghias yang dihasilkan .Hari pasar makin dekat .Dan ,lusa adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.
Hari pasar telah tiba dan keduanya pun sampei di kota . Hamparan terpal telah digelar , tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan . Tampaklah barang-barang logam yang telah dihasilkan . Namun, ah sayang , ada kontras di antara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia’ barang-barang yang dibuat oleh pengerajin emas tampak kusam. Warnanya tak berkilau. Seakan pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.
“ Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan menanyakan kenapa perhiasannya kawanya itu tampak kusam. “ Setiap orang akan memilih daganganku, sebab emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi. “ Apalah artinya logam buatanmua dibanding logam mulia yang kupunya. Aku akan membawa uang lebih banyak darimu”
Pengrajin kuningan hanya tersenyaum. Ketekunannya mengasah logam membuat semua hasil karyanya lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperti lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedab dipandang mata.
Ketekunan memang mahal. Hampir semua orang yang lewat tak menaruh perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tetarik dan mau membelinya. Sekali lagi, tertampang kekontrasan di hari pasar itu. Perajin emas tertegun diam dan perajin kuningan tersenyum senang.
Hari pasar usai. Para tetamu telah kembali pulang. Kedua perajin itu pun telah selesai membereskan dagangan. Dan, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

*****************

Teman, ketekunan memang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalaninya. Begitupun kemuliaan dan harga diri. Tak banyak orang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya tindak-laku kedua perajin di atas adalah potongan siluet kehidupan kita.
Ketekunan adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali jalan panjang itu membuat kita terpelincir dan jatuh. Sering pula titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun percayalah, ada balasan bagi ketekunan. Di ujung sana ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu. Emas dan kuningan tentu punya nilai yang berbeda. Tapi, apakah kemuliaan dinilai hanya dariapa disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak di luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari perajin kuningan bahwa loyang kadang bernilai lebih disbanding logam mulia. Dan juga bahwa kemuliaan adalah buah dari ketekunan. Bisa jadi saat ini kta pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan cukup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga jka ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia jka lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga jka pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya tak dipenuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai nan luhur?
Teman, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari kita bentuk ulir dan lekuk- lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampikan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri agar hati kita tak keras dan menjadi lembut, luwes, srta mampu memenuhi hati orang lain. Percayalah, ada imbalan untuk semua itu. Amin.

Daun

Seorang pemuda duduk sendiri di taman. Di pangkuannya terhampar sebuah buku yang masi terbuka. Di sebelah kanannya, sisa makanan berhimpit dengan botol minuman. Hari itu adalah awal musim gugur di tahun ini. Tak heran banyak sekali daun berjatuhan. Tersirak. Begitupun di bangku tempat pemuda itu duduk.

Sang pemuda masih menikmati sore itu dengan membaca. Tangannya membolak-balik halaman buku. Setiap kali selesai membaca beberapa paragraf, matanya tak lepas dari urutan kata dalam buku. Menelusuri setiap kalimat yang tersusun di sana. Tak ada rasa terganggu dengan daun-daun yang sesekali jatuh menimpahnya. Sementara di kejauhan , ada beberapa anak kecil berlari. Mereka bermain , menikmati matahari sore yang indah itu.

Srekkk…. srekkk . Terdengar langkah.pemudah itu menoleh. Srek..srek…srek. terdengar lagi langkah kaki bergesekan dengan daun-daun. Seorang ibu tua sedang memunguti daun-daun. Tangan kirinya mengenggam kantung kain. Isinya daun-daun kering. Pemuda itu tertegun. Heran. “Ibu sedang apa?” “Aku sedang mengumpulkan daun.” Mata tuanya terus menjelajah, mengamati hamparan daun di taman itu. “Aku sedang mencari daun-daun terbaik untuk kujalin menjadi mainan buat anak-anak di sana.”

Satu dua daun dimasukkan ke kantung kain. Pemuda itu beringsut. Buku didepannya diletakkan. Ia kembali bertanya, “Sejak kapan ibu lakukannya?”

“Setiap musim gugur aku lakukan ini untuk anak-anak. Akan kubuatkan selempang dan mahkota daun buat mereka. Jika aku dapat banyak daun, akan kubuatkan pla selubung-selubung ikat pinggang . Ah, mereka pasti senang.”

Mata tua itu berbinar. Syal di lehernya berjuntai di bahu. Tanganya kembali memasukkan beberapa daun.

“Tapi, Bu, sampai kapan ibu lakukan ini? Anak-anak itu pasti akan membuatnya semuanya rusak setiap kali mereka selesai bermain. Lagipula, terlalu banyak daun yang ada di sini. Ini musim gugur, daun itu terus jatuh layaknya jan,” lagi-lagi si pemuda bertanya. “Apa ibu tak pernah bepikir untuk berhenti?”

“Berhenti? Berpikir untuk berhenti? Memang, anak-anak itu akan selalu merusak setiap rangkaian daun yang kubuat. Mereka juga akan selalu membuat mahkota daunku kayak. Selempang daunku juga akan putus setiap kai mereka selesai bermain. Tapi, itu semua tak akan membuatku berhenti.”

Ibu tua itu menarik nafas. Syal di lehernya makin dipererat. “Masih ada ribuan yang harus kupungut di sini. Masih ada beberapa kelok jalan lagi yang harus kutempuh. Waktuku tak cukup untuk mengambil semua daun di sini. Tapi, aku tak akan berhenti.”

“Akankah au behenti dari kebahagiaan telah kutemukan? Akankah aku ingin berhenti dari memandang kegembiraan dan binar-binar mata anak-anak itu? Akankah aku menyerah dari kedamaian yang telah aku rasakan setiap gugur itu?” tanyanya retoris.

“Tidak, nak! Aku tidak akan berhenti berusaha untuk kebahagiaaan itu. Aku tidak akan berhenti hanya karena koyaknya mahkota daun atau ribuan daun lain yang harus kupungut.”

Tangan tua itu kembali meraih sepotong daun. Lalu, dengan suara pelan, ia berbisik, “ingat nak, jangan berhenti. Jangan pernah berhenti untuk berusaha.” Larik-larik senja telah muncul, menerobos sela-sela pohon, membentuk sinar-sinar panjang, dan berpendar pada tubuh tua itu.

*************************

Teman, adakah kita pernah merasa ingin berhenti dari hidup ini? Adakah kita pernah merasa gagal? Adakah kita berpikir untuk tak melanjutkan impian-impian itu?

Ya, apakah kita harus berhenti berusaha ketika melihat “mahkota-mahkota daun” impian kita koyak? Haruskah kita berhenti saat “selempang daun” harapan yang kita sandang putus? Akankah kita menyerah saat “rangkaian daun” kebahagiaaan kita tak terbentuk? Saya percaya, ada beragam pilihan muncul di kepala saat kenyataaan pahit hadir.

Tapi, ingat perkataan ibu tua tadi. “jangan berhenti. Jangan pernah menyerah untuk kebahagiaaan yang akan kita raih.”

Teman, ibu tua itu benar. Masih ada berjuta daun-daun harapan lain amg masih dapat kita pungut. Di depan sana, masih terhampar berjuta daun impian lain yang memberikan kita beragam pilihan. Berjuta daun kebahagiaaan lain masih menunggu untuk kita rajut.

Kisah Sepatu

Ia adalah seorang raja yang baru saja naik tahta. Sebagai raja yang baik ,progam pertama yang dicanangkannya adalah berkeliling ke seluruh negeri untuk mengetahui keadaan rakyatnya sekaligus mengecek wilayah kekuasaannya.

Nah , mulailah ia mengarungi gunung dan segenap lembah negerinya. Ia bertatap muka dengan rakyatnya yang hidup di ujung pantai . ia bersambung rasa dengan rakyat yang tinggal di pelosok hutan.

Saat kembali ke istana, Sang raja merasa sangat lelah.Kakinya nyeri Ini akibat perjalanan yang ditempuhnya begitu panjang dan bermedan berat. Dan itu dibenar-benar ditapaki dengan telapak kaki Sang raja sendiri.Ia tidak mau tandu. Maklum,ia ingin merasakan juga apa yang dirasakan oleh prajurit-Prajurit yang berjalan mengiringinya dalam perjalanan itu. Dan,perjalanan itu bukankah perjalanan pertama dan yang terakhir.Sang raja telah berjanji akan selalu berkeliling dan mendekat kepada rakyatnya. Tapi, nyerikaki yang dirasakannya membersikan ide untuk tidak akan melakukan tur seperti itu lagi. Hati kecil sang raja menolak.
Sambil memijit-mijit kakinya yang sakit, sang raja berpikir keras . Bagaimana caranya bisa berjalan jauh tanpa perlu merasakan nyeri di kaki? Aha, dia menemukan jawabannya. “Kalau saja jalan-Jalan yang aku lalui dilapisi kulit dan permadani,tentu kakiku akan merasa nyaman.”begitu gumamnya.

Segera raja itu memerintahkan para prajuritnya untuk melapisi jalan dengan kulit. Semua jalan, tanpa kecuali.Namun,sebelum proyek besar dilaksanakan , penasihat raja menginterupsi.

“Tuanku, jika rencana itu dilaksanakan kita akan memerlukan banyak sekali kulit dan

permadani. Biayanya besar. Akibatnya, menguras keuangan negara. Jelas itu bukan keputusan yang bijak,” kata sang penasihat raja .

Sang raja tertegun mendengar bantaham atas titah pertamanya itu. Tapi, karena ingin mewarisi kebijakan raja-raja pendahulunya, ia mencoba berlapang dada.

“Lalu, apa pendapatmu trntang hal ini?” tanya sang raja.

Sang penasihat bangkit dari tempat duduknya, mendekat ke singgasana raja.

“Tuanku, mengapa Anda harus mengeluarkan begitu banyak biaya hanya untuk kenyamanan kaki Anda? Alangkah hematnya jika Anda potong sedikit kulit lalu lapiskan ke kaki Anda?” kata si penasihat bijak.

Raja terkejut. Itu ide cerdas. Raja setuju. Ia batalkan proyek melapisi jalan dengan kulit. Ia perintakan seorang pandai melapisi alas kakinya dengan kulit .Ya, sang raja memilih membuat sepatu untuk mengatasi rasa nyeri akibat perjalanan mengujungi rakyatnya.

* *****************

Teman ,ada pelajaran yang menarik dari kisah di atas. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup ,tidak perlu dengan jalan mengubah dunia.Kadang cukup dengan mengubah cara padang kita saja. Karena, segala ketidaknyamanan yang kita rasakan seringkali berasal dari kekeliruan kita dalam menafsirkan dunia.

Dunia yang kita lihat adalah dunia yang ada dalam pikiran kita. Dunia yang sangat personal. Dimana dunia itu kita artikan sebagai milik kita sendiri . Penghuninya hanya kita sendiri. Tidak ada orang lain di sana . Akibatnya, ketika tertimpa musibah , kita menganggap dunia kiamat. Dan, kita adalah semenderita-menderitanya manusia yang pernah diciptakan Tuhan .Bila mendapat nikmat, kita melihat dunia tidak punya cacat cela.

Teman , seperti itulah kita dan dunia persepsi kita. Akibatnya, tidak jarang kita melakukan “kebodohan”seperti raja dalam kisah tadi: melapisi semua ruas jalan dengan kulit dan permadani. Padahal, ada perspektif lain untuk kasus yang sama. Perspektif sang penasihat.Dan , ternyata lebih pas.

Nah, Teman, semoga Allah swt melidungi kita dari sifat picik.*

Kunci Kebahagiaan

Di sebuah negeri tinggallah seorang tukang kunci. Namanya sangat terkenal. Banyak orang mengakui kemampuannya membuat kunci. Tak ada lubang pinti atau gembok yang tak dapat dibukanya. Segala macam kunci mampu dibuatnya. Tak heran, setiap hari rumahnya selalu dipenuhi orang-orang yang memintanya membuat kunci.

Sayang, lambat-laun kemasyhuran itu membuatnya sombong. Setiap kali berhasil membuka kunci yang tertutup, ia sesumbar, “Lihatlah aku, tak ada satu pun kunci yang tak dapat kubuka. Anak kunci buatanku paling hebat dan tak ada yang menandininya!” tetangganya mengangkat tinggi-tinggi serenceng anak unci yang terikat pada gelang-gelang besi. Gemerincing besi beradu terdengar di sela-sela tawa si tukang kunci. “Akulah si Raja Kunc….”

Musim telah berubah, waktu telah berganti, namun kesombongan itu makin menjadi-jadi. Walaupun mengakui kehebatannya, orang-orang tetap tak suka dengan kesombongan yang dipamerkannya. Bahkan kini tukang kunci itu semakinjumawa. Ia mulai menganggap dirinya tukang kunci paling hebat di seluruh dunia.

Kesombongan memang tak’kan abadi. Suatu ketika seorang kakek tua datang ke tempat sang tukang kunci. “Apakah kamu mampu membuatkan kunci untukku?”

“Ya, aku bisa membuat kunci apa saja, kunci apapun yang kau butuhkan,” ujar si tukang kunci.

“Benarkah demikian? Kalau begitu buatkan aku kunci kebahagiaan,” ucap si kekek perlahan.

“Kunci kebahagiaan?”

“Ya, kunci kebahagiaan. Bukankah kamu si raja kunci, yang mampu membuat kunci apapun ? Penuhilah pesanku, taga bulan lagi aku mau kembali.”

Kakek tua itu meninggalkan tukang kunci yang masi kebingungan. Walaupun begitu, si tukang kunci masi saja tetap sombong. “ah, itu pekerjaan mudah. Akan kupenuhi pesanan itu segera.” Lalu diambilnya logam-logam terbaik yang dimilikinya. “Dengan baja dan emas ini, kunci kebahagiaan itu pasti akan dapat kubuat. Kakek itu akan puas dengan pekerjaanku. Lihatlah logam perak yang kupunya, ulir-ulirnya kujamin akan mampu membuka kunci apapun. “Si tukang kunci bekerja keras. Dibuatnya anak kunci yang terindah dan termahal yang mampu dibuatnya. Ia tertantang untuk membuktikan kemampuannya kepada kakek tua tadi.

Tiga bulan telah berlaku, tibalah saat itu. Sangkakek tua datang. “Anak kunci pesananmu telah kubuat, cobalah pilih nama yang sesuai.” Tukang kunci itu menyodorkan beberapa anak kunci. Ada yang terbuat dari emas, baja , perak, dan campuran tembaga. Semuanya tampak indahdan gemerlap. Gagang dan ujungnya pun disusun dengan cermat. Ulir-ulirnya tampak indah, berukir, membuat liku-liku yang rumit. Namun si kakek tua tetap mengeleng. Tukang kunci merasa gagal.

“Ketahuilah, di dunia ini ada satu tempat yang tak berpintu. Tempat itu juga tak memiliki ruang. Kedudukannya juga tak memiliki sekat-sekat yang terbagi-bagi.” Kakek tua itu duduk. Tukang kunci mengikuti. “Karena tak berpintu, maka tempat itu juga tak memerlukan anak-anak kunci. Dan tempat itu adalah… kebahagiaan. Jika kamu ingin menemukannya.carilah di dalam hatimu. Ia kadang tak memerlukan emas, perak dan tembaga karena ia ada dalam setiap sisi-sisi jiwa.

******************

Teman,kita mengingatkan kebahagiaan . Sebagai dari kita mencarinya dengan menelisik tiap inci jalan kehidupan. Kita menyusurinya seakan kebahagiaan itu ada di suatu tempat yang jauh. Kita kerap berusaha mendapatkannya seakan kebahagiaan itu menepati suatu ruang tertentu. Namun ,kita keliru dan tak menemukan apa-apa.

Adakah kebahagiaan itu? Saya percaya kebahagiaanitu sebuah keniscayaan. Tapi, apakah kebahagiaanitu dibatasi dinding-dinding dan sekat-sekat? Saya tak setuju dengan ini. Saya percaya, kebahagiaan itu tak berpintu, tak berdinding, tak memiliki ruang, dan tak dibatasi sekat-sekat. Karena itulah, kebahagiaan tak membutukan anak kunci untuk membukanya. Kita tak memerlukan ukir-ukir yang rumit untuk dapat hadir di dalamnya.

Teman, tentu kita bukan si tukang kunci yang mempersepsikan kunci kebahagiaan dengan sesuatu yang gemerlap dan mahal. Sebab, kebahagiaan ada di dalam hati kita.*